SDI: Proteksi Dosen Terhadap Potensi Kecurangan Lembaga Pendidikan di mana Dosen Bekerja

Memproteksi Dosen Berkualitas dari Hegemoni dan Dominasi Informasi Lembaga Pendidikan yang Negatif.

http://jowobot.com/wp-content/uploads/2013/05/proteksi.jpg

Artikel ini adalah kelanjutan dari artikel-artikel sebelumnya. Pembaca dapat membaca artikel sebelumnya yaitu:

1. Lembaga Pendidikan Mengecewakan Anda sebagai Dosen? 

2. Dosen dan Lembaga Pendidikan Berkualitas, Adakah?

Namun pembaca dapat langsung juga membaca artikel ini tanpa membaca artikel-artikel sebelumnya. Dalam artikel ini penulis akan menghubungkan kata "proteksi" sebelum sesuatu yang buruk terjadi. Namanya proteksi, maka tentu saja tindakan preventif (pencegahan) merupakan tindakan yang wajib dilakukan agar sesuatu yang diinginkan oleh lembaga yang buruk agar tidak terjadi.

Proteksi dalam bisnis kesehatan menjadi sangat berarti. Proteksi dalam dunia kesehatan ini ada banyak cara yaitu dengan:

1. Menjaga pola makan agar melibatkan minimal dalam sehari ada buah yang dapat dikonsumsi dan menghindarkan makanan berlebih yang mengadung kolesterol tinggi dan penyebab asam urat dan penyakit-pernyakit lainnya.

2. Berolahraga dengan teratur minimal 15 menit selama seminggu, namun bila terlalu banyak berolahraga juga akan sakit.

3. Mengonsumsi banyak suplemen kesehatan, tetapi bila berlebihan juga akan sakit.

4. Bila point satu, dua dan tiga sudah dilaksanakan, tetapi tetap sakit juga, maka proteksi berupa asuransi jiwa dan kesehatan menjadi peluang "proteksi" terakhir, yang mirip dengan proteksi yang akan diberikan oleh Serikat Dosen Indonesia.

Mengapa point keempat begitu penting? Asuransi di negara maju menjadi sangat penting karena "memproteksi" seseorang dari "biaya yang tinggi rumah sakit" yang dokter-dokternya telah bersekolah di sekolah mahal, berkualitas dan biaya tinggi bukan untuk "pengabdian sosial" tetapi untuk tujuan "hidup kaya" dengan menarik "biaya tinggi" dari orang yang "sakit". 

Biaya dokter yang tinggi tersebut menjadi terjangkau dengan adanya proteksi dari asuransi. Kini sebagai dosen maka "pembaca tidak berhak kaya" sebab ada hegemoni pepatah yang digunakan sebagai pengaruh negatif buat pembaca yaitu pepatah "Guru (dosen) adalah pahlawan tanpa tanda jasa", jadi dosen "dilarang kaya".

Kini pembaca telah "terhegemoni (mengikuti pikiran dan setuju dan tidak dapat terlepas dari pikiran tersebut)" oleh pepatah tersebut. Pembaca sebagai dosen yang telah mengabdi puluhan tahun dan berprestasi tetapi mendadak disingkirkan karena hasutan dosen lainnya yang terkadang hasutan juga muncul dari HRD yang menggunakan politik "manajemen konflik".

Orang-orang HRD akan menyebarkan dominasi informasi yang negatif terhadap pembaca, maka cepat atau lambat terjungkalah pembaca sebagai dosen, apapun jabatan pembaca di lembaga pendidikan tersebut, dan akhirnya solusinya didepak dari lembaga pendidikan tersebut, dan seorang dosen yang didepak biasanya dosen yang buruk.

Bila pembaca adalah dosen yang baik, maka pilihan pembaca adalah dengan "mengundurkan diri". Namun mengundurkan diri tentu saja akan menyulitkan pembaca secara ekonomi. Kenapa lembaga pendidikan menjadi demikian "buruk?", setahu penulis secara subjektif, "hanya 0,00000000000000000001% suatu lembaga pendidikan memikirkan dosennya" sebab "sebanyak 99,9999999999999999% lembaga pendidikan hanya peduli pada profit dan bukan pada kesejahteraan dosennya".

Bagi lembaga pendidikan, seorang dosen adalah "sapi perahan" yang sudah siap untuk "tidak kaya" seperti pepatah yang selalu HRD tersebut dengung-dengungkan dan seolah sesuatu yang mulia "Guru (dosen) adalah pahlawan tanpa tanda jasa", kalau memungkinkan lembaga tersebut bahkan mengusahakan pembaca akan selalu dihegemoni dengan kata-kata mujarab lainnya yaitu "pengabdian sosial" alias "gratis" menggunakan keahlian dan waktu pembaca sebagai dosen.

Sehingga menyingkirkan dosen perintis adalah salah satu target HRD yang memiliki manajemen konflik ini. Dan karena pembaca adalah perintis lembaga dan salary (gaji bulanan) yang sudah dianggap demikian "besar" maka saatnya pembaca "disingkirkan" dengan berbagai cara. Salah satunya membuat konflik dan isu-isu negatif  dengan membuat dosen lainnya yang "iri" terhadap pembaca sebagai dosen yang berkualitas.

Lalu dosen yang iri ini akan menyebarkan kebencian dan isu negatif kepada mahasiswa-mahasiswa baru atau mahasiswa lama yang pembaca sebagai dosen tidak mengajar di kelas para dosen yang iri tersebut, sehingga dosen dan HRD yang buruk ini akan membuat "konstruksi sosial dan informasi buruk tentang pembaca sebagai dosen", sehingga mendadak pembaca tidak disukai "tanpa sebab". 

Mengapa disingkirkan? Karena bagi HRD akan lebih murah mencari dosen muda dan baru dengan menanamkan pikiran dan hegemoni negatif dengan pepatah "Guru (dosen) adalah pahlawan tanpa tanda jasa" sehingga siap "tidak kaya", sebab yang berhak kaya adalah "orang-orang yayasan" dengan alasan tugas "mulia" yaitu "mencerdaskan bangsa" yang artinya "mengurasi duit orang tua generasi baru bangsa".

Apa yang diberikan Serikat Dosen Indonesia (SDI) bila pembaca bergabung? Yang pembaca dapatkan adalah "proteksi" pembaca sebagai dosen agar setelah pembaca berpestasi tetapi disingkirkan, maka SDI akan memperjuangkan "hak" pembaca sebagai dosen agar hak tersebut pembaca dapatkan dengan cara advokasi.

Cita-cita SDI adalah suatu saat semua dosen memerlukan proteksi SDI sama seperti proteksi asuransi jiwa dan kesehatan. Segera bergabung, mari proteksi diri kita dari lembaga pendidikan yang buruk.



Comments

Popular Posts